Segala
puji hanya milik Allah Rabbul ‘aalamiin, shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para
shahabatnya.
Amma ba’du:
Ikhwani fillah, materi kita hari ini adalah tentang Anshar thaghut (pembela atau pendukung thaghut).
Pada
uraian-uraian yang lalu kita sudah mengetahui tentang status thaghut,
baik si thaghut itu adalah hukum buatan ataupun si pembuat hukumnya itu
sendiri atau berupa orang yang menerapkan hukumnya.
Jadi,
siapa yang dimaksud dengan anshar thaghut itu dan bagaimana status
mereka serta apa saja dalil-dalilnya yang menunjukkan terhadap hukumnya
tersebut? Kita akan mengetahuinya setelah menyimak penjelasan berikut
ini… insya Allah.
Yang dimaksud dengan Anshar
Thaghut adalah orang-orang yang membela-bela atau berjuang atau
berperang untuk membela dan mempertahankan thaghut, baik dengan lisan,
tulisan ataupun dengan kekuatan (senjata).
1. Anshar Thaghut Dengan Lisan & Tulisan
Yaitu para pembela thaghut yang berjuang membela thaghut dengan lisan, dan kelompok yang masuk di dalamnya adalah ‘ulama-‘ulama suu’
(jahat) yang membela-bela thaghut dengan menyatakan bahwa pemerintah
(Thaghut) adalah pemerintah Islam atau Amirul Mu’minin atau pemimpin
kaum muslimin yang wajib diberikan loyalitas, sedangkan orang yang
memberontak terhadap thaghut ini atau orang yang berusaha untuk
menjatuhkannya, maka mereka katakan sebagai bughat (pembangkang) atau sebagai Khawarij.
Atau para Mujahidin yang berupaya untuk menjatuhkan dan memeranginya,
mereka (ulama-ulama suu’) katakan sebagai bughat atau Khawarij. Maka
‘ulama yang seperti ini termasuk dalam barisan anshar thaghut.
Juga masuk ke dalam bagian ini adalah para i’lamiyyun
seperti orang-orang media yang membela thaghut dengan lisan dan atau
tulisannya, yang menyebarkan paham (isme) thaghut atau membela sistem
thaghut dengan lisannya melalui media-media mereka, baik itu televisi,
media cetak, radio atau melalui apa saja yang membela-bela thaghut dan
mengokohkan sistem thaghut, maka ini termasuk anshar thaghut.
2. Anshar Thaghut Yang Membela Dengan Senjata Atau Dengan Fisiknya.
Dalam
kelompok ini masuk di dalamnya aparat-aparat thaghut yang memang
secara sengaja mereka dibentuk dan diadakan untuk tujuan mengokohkan
atau untuk menjadi aparat pelindung yang menegakkan hukum thaghut ini,
atau untuk mengokohkan singgasana thaghut atau sistemnya.
Jika
kita meninjau Undang Undang Dasar 1945 yang ada di negeri ini, maka
kita akan mengetahui bahwa aparat kepolisian itu adalah sebagai aparat
keamanan yang menegakkan keamanan dan penegak hukum. Mereka adalah
sebagai aparat thaghut yang menegakkan hukum thaghut ini dan mereka
juga yang menghadang orang-orang yang berupaya untuk merongrong hukum
thaghut ini atau melanggar hukum thaghut ini.
Kemudian
aparat militer atau tentara, mereka adalah sebagai pelindung yang
menjaga serangan dari luar dan yang mengokohkan pemerintah kafir ini,
juga yang menghadang segala penyerangan, baik itu penyerangan dari
kelompok orang-orang yang bertauhid atau pun dari kelompok lainnya.
Jadi, tentara atau aparat militer dibuat dan dibentuk sebagai pelindung
yang melindungi negara kafir ini dan termasuk di dalamnya sistem
thaghut ini berikut para thaghutnya.
Begitu juga Badan Intelejen Negara, mereka yang mengokohkan thaghut ini dengan fisiknya, atau memata-matai kaum muslimin (tajassus ‘alal muslimin)
maka mereka ini termasuk anshar thaghut. Kelompok atau front atau
barisan atau apa saja yang mana mereka menggunakan fisik dan senjatanya
dalam rangka mengokohkan sistem thaghut ini, baik itu undang-undangnya
atau sistem demokrasinya atau pemerintahan kafirnya ataupun falsafah
syiriknya, maka mereka itu termasuk barisan anshar thaghut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dalam banyak ayat Al Qur’an telah menggolongkan atau telah menyamakan
thaghut bersama ansharnya di dalam hukum atau sanksi di dunia dan
sanksi di akhirat.
Sanksi
di dunia ini adalah sebagaimana saat Allah menghancurkan Fir’aun
bersama bala tentaranya. Fir’aun adalah thaghutnya, kemudian bala
tentaranya adalah ansharnya. Allah telah menghancurkan mereka
semua, Allah menyamakan mereka semua dan tidak memilah-milah antara
Fir’aun dengan tentaranya atau thaghut dengan ansharnya, Allah Ta’ala mengatakan:
“Maka
Kami siksa dia (Fir’aun) dan bala tentaranya lalu Kami lemparkan
mereka ke dalam laut, sedang dia melakukan pekerjaan yang tercela”. (Adz Dzaariyaat: 40)
Di sini Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyamakan Fir’aun dengan bala tentaranya (ansharnya) dalam hukum atau sanksi yang diberikan kepada mereka di dunia ini.
Kemudian
dalam masalah hukum atau vonis di akhirat yang berkaitan dengan
masalah dosanya, maka Allah menyamakan mereka, yaitu Fir’aun dengan
tentaranya atau thaghut dengan ansharnya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan:
“Sesungguhnya Fir’aun dan Haaman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah”. (Al Qashash: 8)
Dalam
ayat ini Allah menjelaskan bahwa Fir’aun (thaghutnya), Hamman (dia
adalah menterinya) atau para pejabat yang ada di sekelilingnya, dan
para tentara-tentaranya; seperti polisi atau aparat militernya, bahwa
mereka adalah orang-orang yang bersalah.
Dalam dua ayat di atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah menyamakan mereka (thaghut dan ansharnya) dengan hukum atau
sanksi, baik itu di dunia maupun di akhirat. Dalam surat Adz Dzaariyat
dikisahkan bahwa Allah menenggelamkan mereka semua tanpa memilah-milah
mana thaghut atau mana yang ansharnya, dan di dalam surat Al Qashash
Allah juga memvonis mereka sebagai orang-orang yang bersalah.
Fira’aun
dan para pejabat bawahannya serta bala tentaranya atau thaghut dan
ansharnya, Allah samakan dalam vonis di dunia dan akhirat, dikarenakan
si thaghut ini tidak bisa menjalankan kekuasaannya atau
melaksanakan hukum-hukum bathilnya, kekafiran dan kezhalimannya tanpa
ansharnya itu. Thaghut hanya memerintahkan atau menginstruksikan saja
sedangkan ansharnyalah yang langsung melaksanakan kezhalimannya. Tanpa
ada anshar di sekeliling thaghut, maka si thgahut tidak akan bisa berbuat apa-apa. Ansharnyalah yang mengokohkan thaghut berikut sistemnya.
Seandainya
ada sekelompok masyarakat yang ingin membunuh thaghut yang mana
padahal dia hanya sendirian, sebelum berhadapan dengan thaghut maka
sekelompok masyarakat ini akan berhadapan dengan ansharnya terlebih
dahulu, ansharnyalah yang pertama kali
menghalangi sekelompok masyarakat itu untuk membunuh thaghutnya. Jadi
thaghut ini dilindungi oleh ansharnya. Anshar ini sebagai pasak atau
pengokoh singgasana thaghut dan pemerintahannya, dengan anshar inilah
si thaghut itu melaksanakan kebathilannya. Dengan sebab inilah Allah
memvonis para anshar ini sebagai autad (pasak), Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan:
“Dan Fir’aun yang mempunyai autad/pasak-pasak
(tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu
mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu
menimpakan kepada mereka cemeti ‘adzab” (Al Fajr: 10-13)
Di sini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan bahwa Fir’aun kokohnya adalah dengan autad (pasak/paku),
tanpa ada anshar maka kekuasaan thaghut tidak akan berlangsung lama.
Kokohnya sisitem thaghut ini adalah karena adanya anshar di sekeliling
thaghut. Sehingga sanksi yang akan mereka terima adalah sama, baik itu
thaghutnya maupun ansharnya, dan begitu juga dalam sisi
kebersalahannya…
Maka dari penjelasan di atas kita mengetahui bahwa status anshar
thaghut itu sama dengan thaghutnya, yaitu KAFIR. Anshar thaghut
mendapatkan vonis seperti apa yang diterima oleh thaghutnya. Di dunia
dia divonis kafir dan di akhirat juga dia kekal di dalam api neraka
(jika sebelum mati tidak bertaubat, ed.).
Dalil-Dalil Tentang Kekafiran Anshar Thaghut
I. Dari Al Qur’an
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang
yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang
di jalan thaghut, maka perangilah wali-wali syaitan itu” (An Nisa: 76)
Dalam
ayat ini secara jelas Allah menetapkan vonis bahwa orang yang
berperang di jalan Allah maka dia adalah orang yang beriman, sedangkan
orang yang berperang di jalan thaghut adalah orang kafir.
Orang
yang berperang, baik itu berperang dengan lisan, tulisan atau dengan
senjata dan fisiknya. Jika dia berperang atau melakukan pembelaannya di
jalan Allah, maka dikatakan sebagai orang-orang yang beriman, dan
orang yang berperang atau melakukan pembelaan di jalan thaghut, maka
itu adalah orang kafir.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memvonis secara sharih
(jelas dan gamblang) bahwa orang yang berjuang dalam rangka
mengokohkan sistem thaghut atau membela thaghut adalah orang kafir,
baik itu dengan lisan/tulisan seperti para ‘ulama suu’ atau orang-orang
media ataupun orang yang terjun dengan fisik dan senjata seperti
aparat tentara dan polisi atau orang-orang intelejen atau yang
sejenisnya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan tentang orang ini: “maka perangilah wali-wali syaitan itu”.
Dari
ayat ini diambil kaidah baku, bahwa hukum asal pada anshar thaghut
adalah hukumnya kafir. Atau hukum asal pada orang yang menampakkan
sikap pembelaan terhadap thaghut adalah hukum kafir. Atau hukum asal
dari barisan anshar thaghut adalah hukum kafir.
‚ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang tawalliy[1] kepada mereka maka ia termasuk golongan mereka” (Al Maidah: 51)
Para ulama menjelaskan bahwa barang siapa membela mereka atas kaum muslimin maka dia termasuk golongan mereka
Anshar
thaghut yang membela-bela dengan lisan/tulisan atau dengan fisik dan
senjata ini, baik itu dalam rangka untuk memerangi kaum muslimin
mujahidin atau tawalliy kepada hukumnya itu sendiri berupa sikap setuju
dan mengikutinya. Orang yang tawalliy kepada mereka Allah vonis bahwa
dia termasuk golongan mereka, yaitu kafir sama halnya dengan mereka.
Barangsiapa tawalliy kepada orang kafir apa saja keyakinannya, maka dia
sama kafirnya dengan orang kafir tersebut.
ƒ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah thaghut,
yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran),
mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” (Al Baqarah: 257)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan bahwa orang yang walinya atau pemimpinnya adalah thaghut, maka dia adalah orang kafir, sedangkan bagi
anshar thaghut pemimpin mereka yang mereka bela-bela adalah thaghut,
maka Allah mencap kafir orang yang menjadikan thaghut menjadi walinya.
„ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Barang
siapa yang mana dia itu musuh bagi Allah, malaikat-malaikat-Nya,
rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh
orang-orang kafir”. (Al Baqarah: 98)
Ayat
ini berkenaan dengan orang-orang Yahudi, di mana ketika mereka
mengetahui bahwa yang turun membawa wahyu kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah malaikat Jibril, maka orang-orang Yahudi tidak menyukainya. Mereka mengatakan bahwa “(Jibril) itu adalah musuh kami”. Padahal malaikat adalah rasul Allah dan mereka hanya memusuhi Jibril saja, akan tetapi mereka Allah vonis dengan ayat ini.
Orang
yang memusuhi satu rasul Allah, baik itu rasul dari kalangan malaikat
atau manusia, maka sesungguhnya orang itu telah menjadi musuh Allah,
musuh rasul-Nya, musuh malaikat-malaikat-Nya, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala memvonisnya sebagai orang kafir.
Bentuk
permusuhan macam apa yang lebih dasyat daripada sikap thaghut dan
ansharnya yang mana mereka meninggalkan ajaran Allah dan justeru malah
membuat ajaran atau hukum sendiri yang diambil dari orang-orang bejat
dan cabul, mereka memerangi wali-wali Allah yang akan menegakkan hukum
Allah, mereka memenjarakannya, menyiksanya, membunuhnya, mepersempit
hidupnya, dan malah memberikan keleluasaan bagi orang-orang bejat, para
pelacur, para penjudi dan orang-orang durjana, orang-orang kafir,
orang-orang murtad dan orang zindiq untuk merusak ajaran Allah dan
merusak di muka bumi ini… bentuk permusuhan terhadap Allah macam apa
yang lebih dasyat dari sikap macam tadi…??! Di sini Allah mengatakan
bahwa orang yang seperti itu adalah orang-orang kafir.
Sedangkan
anshar thaghut, mereka dibuat dalam rangka mengokohkan hukum thaghut
dan dalam rangka mengokohkan ajaran yang dimusuhi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Oleh karena itu anshar thaghut dan orang-orang yang semacam mereka,
Allah katakan bahwa mereka adalah musuh bagi Allah dan mereka adalah
orang-orang kafir.
Jadi,
ayat ini secara tegas menjelaskan bahwa siapa yang memusuhi satu rasul
Allah, maka itu artinya memusuhi semua malaikat dan memusuhi semua
para rasul. Sebagaimana Allah juga mengatakan: “Kaum Nuh telah mendustakan semua rasul”,
padahal kita mengetahui sebelum Nabi Nuh belum ada rasul karena beliau
adalah rasul pertama, tapi Allah memvonis bahwa kaum Nabi Nuh
mendustakan para Rasul. Orang mendustakan Nabi Nuh maka itu telah
mendustakan seluruh rasul-rasul Allah yang akan diutus setelahnya.
II. Dalil Dari As Sunnah
Ketika
perang Badr, kita mengetahui bahwa di antara kaum musyrikin ada
orang-orang yang mengaku Islam yang tidak hijrah, kemudian mereka dipaksa
untuk ikut berperang di barisan kaum musyrikin dalam rangka memerangi
kaum muslimin, yang mati dari barisan kaum kafir Quraisy sebanyak 70
orang dan yang menjadi tawanan adalah 70 orang. Dan di antara mereka
terdapat Al ‘Abbas (paman Rasulullah), kemudian ketika ditangkap Al
‘Abbas mengatakan: “Ya Rasulullah, saya ini dipaksa”, maka Rasul berkata: “Zhahir
kamu di barisan kaum musyrikin memerangi kami, adapun rahasia bathin
kamu maka urusan itu atas Allah, tebus diri kamu dan dua keponakanmu”.
Di sini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
memperlakukan Al ‘Abbas sebagai orang kafir dengan menawannya dan
menyuruh Al ‘Abbas untuk menebus dirinya sendiri, padahal Al ‘Abbas
mengatakan bahwa “saya ini dipaksa”.
Bila
saja orang yang berada dibarisan kaum musyrikin untuk memerangi kaum
muslimin dengan kondisi dipaksa adalah diperlakukan sebagaimana halnya
orang kafir (secara hukum dunia), maka apa gerangan dengan orang yang
berada dibarisan kaum musyrikin atau di barisan thaghut tanpa dipaksa
tapi penuh ikhlash dan dengan sukarela…???, bahkan dengan cara menyuap
agar mereka bisa masuk ke dalam barisannya, mereka mendaftarkan diri
dengan mendatangi setiap Kodim atau Polda untuk menjadi calon anshar
thaghut, dan ketika sudah masuk menjadi anshar thaghut mereka merasa
bangga dengan Korps-nya atau bangga dengan seragamnya…??? maka mereka
lebih kafir lagi…!
Ini adalah nash hadits dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
yang memperlakukan Al ‘Abbas sebagai orang kafir karena berada di
barisan kaum musyrikin dalam rangka memerangi kaum muslimin di Badr,
meskipun Al ‘Abbas ini dalam kondisi dipaksa.
Jadi
hukum orang yang berada di barisan kaum musyrikin adalah kafir,
sebagaimana juga apa yang menimpa pasukan yang akan menginvasi Ka’bah,
Allah Subhanahu Wa Ta’ala membenamkan mereka semuanya mulai
dari barisan paling depan hingga paling belakang, Allah membenamkan
mereka semua dengan tanpa memilah-milah antara yang dipaksa dengan yang
tidak atau orang yang sedang musafir dalam perjalanannya dan
berpapasan dengan pasukan mereka, dan dengan tanpa memilah mana orang
yang kafir dan mana orang yang muslim, padahal Allah Maha Mengetahui
akan orang-orang yang menyembunyikan keimanan di antara mereka dan Maha
Mampu untuk memisahkan mereka, Rasul mengatakan tentang kisah ini: “Mereka dihancurkan semuanya dan Allah membangkitkan berdasarkan niatnya”.
Begitu
juga bila seandainya ada salah seorang dari barisan thaghut itu yang
menyembunyikan keimanannya, namun dia belum berlepas diri dari
barisannya karena menunggu suatu moment tertentu dan waktu yang tepat,
maka kaum mujahidin tidak disalahkan bila dia (orang yang
menyembunyikan keimanan itu) tertembak oleh pasukan mujahidin. Jika
saja Allah Maha Kuasa dan Maha Mampu tidak memilah-milah orang yang
berada di barisan kaum musyrikin yang memerangi kaum muslimin, maka apa
gerangan dengan seorang mujahid yang hanya manusia biasa yang tidak
mengetahui hal yang ghaib…?
III. Dalil Dari Ijma
1. Ijma dari para shahabat
Ketika terjadi riddah (kemurtaddan) di kalangan kabilah-kabilah Arab, di antaranya kelompok Tulaihah Al Asadiy dan kelompok Musailamah Al Kadzdzab
si nabi palsu. Di sini thaghutnya adalah Tulaihah dan Musailamah
sedangkan ansharnya adalah para pengikutnya. Di dalam Tarikh disebutkan
bahwa pengikut Musailamah Al Kadzdzab berjumlah sekitar 100.000 orang.
Khalifah Abu Bakar dan semua shahabat ijma
(sepakat) bahwa para pengikut Musailamah dan para pengikut nabi-nabi
palsu yang lainnya adalah orang-orang murtad. Padahal kita mengetahui
bahwa kebanyakan para pengikut Muslilamah adalah tertipu oleh seorang
da’i yang diutus oleh Rasulullah ke Yamamah tapi kemudian dia malah
membelot kepada Musailamah dengan membenarkan apa yang diucapkan
Musailamah dan bahkan bersaksi di hadapan masyarakat Banu Hanifah (di
Yamamah) bahwa benar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
telah menyertakan Musailamah dalam kenabian, masyarakatnya pun
mempercayainya dan akhirnya mereka ikut mendukung Musailamah. Akan
tetapi para shahabat ijma bahwa mereka yang mengikuti Musailamah itu
divonis murtad.
Syaikh Muhammad ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah juga mengatakan bahwa: “Para
‘ulama ijma (setelah menyebutkan bahwa mereka itu tertipu oleh saksi
tadi) bahwa mereka itu murtaddun walaupun mereka itu bodoh akan hal itu
karena tertipu oleh saksi palsu itu”.
Shahabat
ijma atas kafirnya mereka, bahkan para shahabat memerangi mereka
sampai akhirnya mereka terdesak dalam peperangan, kemudian datang
utusan Buzakhakh kelompok Tulaihah Al Asadiy kepada Khalifah Abu Bakar
untuk meminta damai. Abu Bakar radliyallahu ‘anhu tidak menerima permintaan damai mereka kecuali dengan
syarat-syarat tertenu, dan di antara syarat yang diutarakan oleh Abu
Bakar dan disepakati oleh para shahabat yang harus mereka terima adalah
mereka harus bersaksi bahwa “orang yang mati di barisan mereka (para pengikut Musailamah) itu adalah masuk neraka”, ini adalah di antara syarat yang harus mereka terima.
Ini merupakan ijma dari para shahabat atas kekafiran atau kemurtaddan anshar thaghut Musailamah Al Kadzdzab dan yang lainnya.
Dan dalam kisah ini ada sekelompok kaum muslimin dalam barisan anshar Musailamah, tapi mereka tidak cepat bergabung dengan barisan kaum muslimin padahal ada kemampuan untuk bergabung karena kekuatan pasukan kaum muslimin yang mendominasi, di antara kelompok itu adalah Muja’ah Ibnu Murarah.
Dia tidak mengingkari Musailamah dan tidak cepat bergabung dengan
pasukan kaum muslimin, dia ada di antara tawanan pasukan Khalid ibnul
Walid, Muja’ah mengatakan: “Saya ini muslim dan saya tidak pernah merubah keyakinan saya”, maka Khalid berkata: “Kamu ini sudah berubah dari sebelumnya”, Muja’ah mengatakan: “Jika seandainya musailamah itu nabi palsu maka itu urusan dia, karena seseorang tidak memikul dosa orang lain”, kemudian kata Khalid: “Kenapa
kamu tidak mengingkari seperti Tsumamah dan Al Yasykuriy…?, jika kamu
tidak mampu, lalu kenapa kamu tidak cepat bergabung dengan kami ketika
mendengar pasukan kami datang…?”. Di sini Khalid ibnu Walid
memperlakukan Muja’ah yang ada di barisan Musailamah sebagai orang
kafir dengan menjadikannya tawanan, padahal Muja’ah tidak mendukungnya
dan hanya berada di barisan Musailamah.
Yang
menjadi inti di sini adalah sikap atau ijma shahabat atas kekafiran
Musailamah dan ansharnya, dan ketika mengambil perjanjian damai dengan
mereka, maka disyaratkan bahwa mereka harus bersaksi bahwa orang-orang
yang mati di antara mereka adalah calon penghuni neraka. Ini adalah
vonis kafir di dunia dan di akhirat.
Ini adalah ijma para shahabat yang berlandaskan kepada nash tentunya…
IV. Kaidah Fiqh (Qawa’id Fiqhiyyah)
Dalam kaidah fiqh ini dikatakan bahwa Thaifah Mumtani’ah Bisy Syaukah
(kelompok yang memiliki kekuatan dan melindungi diri dengannya), maka
status individu dalam kelompok ini adalah sama seperti status kepala
atau pimpinannya.
Ini
berlaku dalam segala hal, jika pimpinannya adalah muslim bughat
(pemberontak) maka bawahannya juga bughat. Seperti kelompok Mu’awiyyah
ibnu Abu Sufyan radliyallahu ‘anhum, beliau waktu itu
membangkang dan tidak mau membai’at terhadap Ali, maka setiap individu
dalam kelompok yang membangkang ini disebut bughat, bukan hanya
Mu’awiyyah (sebagai pemimpinnya,ed) yang di sebut bughat. Oleh karena
itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan tentang kabar kematian ‘Amar radliyallahu ‘anhu: “Kamu akan dibunuh oleh kelompok yang membangkang (baghiy)” dan Amar waktu perang Shiffin ini berada di pihak Ali dan terbunuh oleh pasukan Mu’awiyyah radliyallahu ta’ala ‘anhum ajma’in.
Jika
ada sebuah kelompok Khawarij di Darul Islam dan mereka melindungi diri
dengan kekuatan pasukannya, maka pimpinan dan seluruh bawahannya
adalah Khawarij.
Juga
seperti kelompok Musailamah Al Kadzdzab, dia murtad di wilayah Darul
Islam dan dia melindungi diri dengan pasukannya, maka setiap individu
yang ada di dalam kelompoknya adalah murtad sama seperti pimpinannya.
Jika
thaifah mumtani’ah ini ada di luar Darul Islam seperti thaghut
(pemerintah) sekarang, di mana mereka yang memegang kekuasaan,
pimpinannya adalah thaghut maka setiap individu atau person-person dari
ansharnya seperti polisi atau tentara atau intelejennya adalah sama
kafirnya seperti thaghut pimpinannya.
Ini
adalah empat dalil yang menunjukan bahwa anshar thaghut itu statusnya
adalah kafir sama dengan thaghut pimpinannya itu sendiri.
Ini
adalah materi yang berkaitan dengan pembahasan Anshar Thaghut (pembela
atau pendukung thaghut), semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabatnya sampai
hari kiamat. Alhamdulillahirabbil’alamin…
[1] Di antara makna tawalliy adalah seperti apa yang telah dijelaskan dalam bahasan Hukum Loyalitas Kepada kaum Musyrikin, yaitu:
1. Al Mahabbah (Kecintaan)
2. Al Mudlaharah atau An Nushrah (Pembelaan)
3. Al Muwaffaqah (Menyetujui)
4. Al Mutaba’ah (Mengikuti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar